Detik Pulsa – Prabowo Hapus Tantiem, Hampir tiga ratus hari sejak Presiden RI Prabowo Subianto menjabat, arah kebijakan ekonomi serta tata kelola pemerintahan mulai menunjukkan konsolidasi yang lebih matang.
Salah satu langkah yang tegas adalah keputusan untuk Hapus pembagian Tantiem bagi direksi dan komisaris BUMN yang mencatat kerugian, sekaligus memangkas jumlah maksimal komisaris hanya menjadi enam orang.

Prabowo Hapus Tantiem dan Resmi Berlaku 2026
Langkah ini terbilang berani karena jarang diambil langsung di tingkat pucuk pimpinan negara. Bahkan, dalam pidato Nota Keuangan RAPBN 2026, Prabowo menyebut praktik tantiem sebagai “akal-akalan” yang merugikan negara, pernyataan yang kemudian disambut tepuk tangan berdiri oleh anggota DPR RI.
Kebijakan tersebut bukan hanya sekadar manuver, melainkan bagian dari strategi memperkuat disiplin fiskal serta mengembalikan peran BUMN pada fungsi utamanya sebagai penggerak utama perekonomian nasional.
Dalam kerangka kebijakan publik, hal ini dapat dimaknai sebagai fase konsolidasi kebijakan, yakni tahap ketika prioritas yang telah ditetapkan mulai diwujudkan dengan langkah dan mekanisme yang lebih terarah.
Penghapusan tantiem dan pembatasan jumlah komisaris juga memberi pesan jelas bahwa efisiensi bukan jargon belaka, melainkan prinsip yang akan dijalankan dari tingkat manajemen puncak hingga ke lapisan operasional.
Jika dilihat melalui sudut pandang teori pilihan publik, kebijakan ini dapat mengurangi insentif yang mendorong praktik rent-seeking dan moral hazard, di mana pejabat atau pengelola perusahaan negara selama ini bisa menikmati keuntungan finansial tanpa kinerja yang sepadan.
Dengan besarnya aset yang dikelola BUMN, upaya meningkatkan kinerja sekaligus memangkas pemborosan diharapkan memberi dampak nyata terhadap kesehatan fiskal nasional. Hal tersebut sejalan dengan konsep tanggung jawab fiskal yang menempatkan setiap belanja negara sebagai investasi bagi kepentingan masyarakat luas, bukan hanya sekadar pos pengeluaran.

Momentum Perubahan yang Terukur
Momentum perubahan yang terukur terlihat jelas dalam kebijakan ini, menandakan bahwa reformasi BUMN tidak dilakukan secara acak, melainkan mengikuti siklus kebijakan yang terstruktur. Dari tahap penentuan agenda di awal pemerintahan, kini langkah tersebut telah masuk pada fase implementasi dan konsolidasi, dengan sasaran menanamkan budaya efisiensi di tubuh manajemen BUMN.
Apabila dijalankan secara konsisten, kebijakan ini berpotensi mengubah citra BUMN dari lembaga yang kerap identik dengan pemborosan menjadi institusi yang efisien, transparan, dan mampu memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian nasional.
Dari perspektif kebijakan publik, langkah ini tidak hanya sekadar pengetatan aturan mengenai remunerasi, melainkan juga sinyal politik yang kuat bahwa setiap rupiah uang negara harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
Keberhasilan reformasi ini akan sangat bergantung pada konsistensi implementasi yang diperkuat oleh pengawasan masyarakat. Konsolidasi kebijakan menjadi kunci agar BUMN tidak berhenti sebagai simbol kepemilikan negara, melainkan tumbuh menjadi pilar utama yang menopang kemandirian ekonomi bangsa. Bila arah ini dapat dijaga, reformasi yang tengah berjalan bisa diwariskan sebagai tata kelola yang lebih sehat bagi generasi mendatang.
Di sisi lain, langkah-langkah Prabowo juga memperlihatkan upaya maksimal pemerintah dalam melindungi masyarakat kecil, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah. Hal tersebut tampak dari fokus kebijakan pada sektor pertanian dan perikanan.

Petani diberikan kemudahan mengakses pupuk murah langsung dari pabrik serta bibit unggul tanpa harus melalui mekanisme kartu, sementara nelayan memperoleh berbagai fasilitas, termasuk bahan bakar dengan harga terjangkau. Tahun ini, pemerintah bahkan berencana membangun ribuan desa nelayan dengan infrastruktur yang memadai.
Prabowo juga menegaskan masih banyak persoalan yang harus diselesaikan, mulai dari anak-anak yang kekurangan gizi, petani dan nelayan yang kesulitan memasarkan hasil panen, masyarakat yang belum memiliki rumah layak, hingga guru yang kurang dihargai serta keluarga yang tidak mampu mengakses layanan kesehatan karena biaya maupun keterbatasan fasilitas.
Pada akhirnya, reformasi BUMN yang sedang digerakkan tidak bisa dipisahkan dari visi besar untuk menghadirkan negara yang benar-benar berpihak pada rakyat kecil. Efisiensi di jajaran manajemen perusahaan negara, yang berjalan beriringan dengan program langsung bagi petani, nelayan, guru, dan keluarga miskin, menggambarkan satu benang merah kebijakan: pemanfaatan sumber daya negara harus kembali kepada kepentingan publik.
Dengan arah yang semakin terkonsolidasi, kebijakan ini menandai fase baru dalam pengelolaan ekonomi nasional. Tantangan pelaksanaan tentu masih besar, namun dengan komitmen dan konsistensi, reformasi ini berpeluang mewariskan sistem tata kelola yang lebih adil, sehat, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat luas.
