CEO OpenAI Heran Orang Yakin dan Percaya ChatGPT – Kehadiran kecerdasan buatan seperti ChatGPT, Gemini, dan DeepSeek kini semakin umum digunakan masyarakat. Hampir tak mungkin menghindari teknologi ini, karena hampir seluruh perusahaan teknologi global telah mengintegrasikan AI ke dalam berbagai layanan mereka.

CEO OpenAI Heran Orang Yakin dan Percaya ChatGPT
Akibatnya, semakin banyak orang yang mengandalkan AI untuk mencari data, bertanya tentang berbagai topik, hingga meminta saran.
Namun, Sam Altman, CEO OpenAI sekaligus sosok di balik ChatGPT, menyampaikan keheranannya terhadap tren ini.
Ia menilai bahwa masyarakat saat ini terlalu mempercayai AI seperti ChatGPT, padahal sistem tersebut belum sepenuhnya akurat dan kadang bisa menghasilkan informasi keliru. “Tingkat kepercayaan orang-orang terhadap ChatGPT sangat tinggi, padahal AI dapat mengalami halusinasi,” ucapnya dalam sebuah kesempatan baru-baru ini.

Ia juga menambahkan bahwa seharusnya teknologi seperti ini tidak digunakan dengan keyakinan penuh. ChatGPT dan produk AI lainnya memang belum bebas dari kesalahan. Dalam konteks AI, halusinasi terjadi ketika sistem menyampaikan informasi yang tidak sesuai kenyataan atau tampak logis tetapi sebenarnya tidak benar, sering kali demi menyenangkan pengguna.
Sebagai contoh, pengguna bisa meminta AI untuk menjelaskan istilah yang sebenarnya tidak memiliki arti, dan sistem tersebut mungkin tetap memberikan definisi seolah-olah kata tersebut benar-benar ada, hanya untuk memenuhi permintaan.
Belum lama ini, sebuah penelitian juga menyoroti potensi dampak buruk penggunaan AI. Tim dari MIT Media Lab mengadakan studi bertajuk ‘Your Brain on ChatGPT’ yang meneliti pengaruh penggunaan large language model seperti ChatGPT terhadap kemampuan otak.

Dalam riset tersebut, peserta dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama menulis dengan bantuan ChatGPT, kelompok kedua menggunakan pencarian Google, dan kelompok ketiga menulis tanpa dukungan teknologi apa pun. Pada sesi keempat, kelompok pertama diminta menulis tanpa bantuan AI, sedangkan kelompok ketiga baru diperbolehkan menggunakan ChatGPT.
Hasilnya, peneliti mencatat adanya penurunan yang signifikan dalam konektivitas pita alfa pada kelompok pertama yang sebelumnya memakai ChatGPT. Konektivitas ini berhubungan dengan fungsi otak seperti daya ingat dan pemrosesan bahasa, sehingga temuan tersebut menunjukkan adanya pengaruh terhadap kinerja kognitif pengguna AI.